Makalah Cerita Rakyat

 Nama: Rifka Mulyani Jamil

Nim: 210407502023

Kelas: M21.2

Cerita Rakyat Sulawesi Selatan 


Kisah Penakluk Rajawali Dari Sulawesi Selatan

Diceritakan, pada zaman dahulu kala ada sebuah negeri di daerah Sulawesi Selatan yang diperintah oleh seorang raja. Raja tersebut mempunyai tujuh orang putri. Menurut adat di kerajaan itu, jika raja memiliki putri sampai tujuh orang, maka salah seorang di antaranya harus dipersembahkan kepada seekor rajawali raksasa agar keluarga istana terhindar dari malapetaka. Hal tersebut membuat sang Raja sedih dan gelisah, karena ia tidak mau kehilangan salah seorang putrinya. Ia pun berpikir keras mencari jalan keluar bagaimana caranya agar ketujuh putrinya tersebut dapat hidup semua. Sudah berhari-hari sang Raja tidak enak makan dan tidak nyenyak tidur memikirkan hal itu. Hingga pada suatu hari, tiba- tiba sesuatu terlintas dalam pikirannya.

“bagaimana kalau aku mengadakan sayembara untuk menaklukkan rajawali itu. Barangkali di antara rakyatku ada yang mempunyai kesaktian yang tinggi dan mampu melumpuhkan

rajawali itu,” pikir sang Raja.

Keesokan harinya, sang Raja segera mengumpulkan seluruh rakyatnya di depan istana.

“Wahai, rakyatku! Aku akan mengadakan sayembara untuk menaklukkan rajawali raksasa itu. Siapapun yang berhasil menaklukkannya, jika dia seorang laki-laki maka aku akan menikahkannya dengan putriku, dan jika dia seorang perempuan, maka aku akan mengangkatnya menjadi keluarga istana!” seru sang Raja kepada seluruh rakyatnya.

“Ampun, Baginda! Kapan sayembara tersebut akan dilaksanakan?” tanya seorang warga dengan penuh semangat.

“Menurut penasehat istana, rajawali raksasa itu akan datang ke negeri ini seminggu lagi. Jadi, mulai sekarang latih dan perdalamlah ilmu dan kesaktian kalian!” seru sang Raja.

Mendengar seruan itu, para warga pun kembali ke rumah masing-masing. Seminggu sebelum kedatangan rajawali tersebut, para warga tampak ramai melatih dan memperdalam ilmu kesaktian mereka dengan penuh semangat. Para laki-laki berharap dapat menjadi menantu raja, sedangkan kaum perempuan berharap dapat menjadi keluarga istana.

Sementara itu, para pengawal istana sedang membuat sebuah baruga (pendapa) di sebuah tempat yang agak jauh dari istana. Baruga tersebut merupakan tempat tinggal sang Putri sebelum disantap rajawali. Sang Putri sengaja dibuatkan baruga untuk memancing kedatangan burung rajawali tersebut. Selain sajian berupa anak gadis, juga disiapkan segala macam kue-kue, sokko (bahasa Bugis: nasi ketan), dan minuman di tempayan untuk burung rajawali tersebut.

Tidak terasa seminggu telah berlalu. Hari kedatangan rajawali itu pun tiba. Pagi-pagi sekali salah seorang putri raja yang menjadi persembahan diantar ke baruga tersebut. Sang putri diantar oleh keluarga dan pengawal istana. Bahkan banyak warga yang ikut mengantarnya. Mereka sangat khawatir terhadap nasib sang Putri yang akan menjadi santapan rajawali tersebut sekiranya tidak ada warga yang mampu mengalahkannya.

“Maafkan Ayah, Putriku! Ayah melakukan semua ini karena adat di negeri ini. Tapi, Nanda tidak usah khawatir, Ayah sedang berusaha untuk menyelamatkan Nanda dengan mengadakan sayembara ini. Semoga di antara warga ada yang mampu mengalahkan burung rajawali itu,” ucap sang Raja menenangkan hati putrinya.

Menjelang kedatangan rajawali itu, sang Raja bersama keluarga dan pengawal istana bergegas kembali ke istana dengan perasaan cemas. Tinggallah sang Putri seorang diri di atas baruga itu. Sementara itu, di sekitar tempat baruga itu berdiri, para peserta sayembara sudah bersiap-siap menyambut kedatangan burung rajawali dengan berbagai macam senjata di tangan mereka. Ada yang membawa tombak yang sudah dibubuhi racun, ada yang membawa tali untuk mengikat leher rajawali tersebut, dan ada pula yang membawa bambu runcing.

Tidak lama kemudian, seorang pemuda pengembara melintas di tempat itu. Ia melihat seorang gadis cantik sedang duduk termenung di atas baruga. Ia pun segera naik ke atas baruga dan menghampiri gadis itu.

“Hai, gadis cantik! Kenapa kamu sedih dan duduk sendirian di sini?” tanya pemuda itu dengan perasaan iba.

“Aku sedang menunggu ajal,” jawab sang Putri dengan suara lirih. “Apa maksudmu?” tanya pemuda pengembara itu penasaran.

“Aku adalah seorang putri raja dan mempunyai enam orang saudara perempuan. Menurut adat di negeri ini, jika putri raja sudah berjumlah tujuh orang, maka salah seorang di antaranya harus dipersembahkan kepada seekor rajawali raksasa untuk disantap,” jelas sang Putri.

“Tapi, jika ada orang yang mampu menaklukkan rajawali itu, maka raja akan menikahkannya denganku,” tambah sang Putri.

“Maaf, Tuan Putri! Jika diperkenankan, hamba akan menemani sang Putri di sini,” kata pemuda itu.

“Jangan! Nanti kamu ikut dimakan rajawali itu.”

“Tidak usah khawatir, Tuan Putri! Hamba akan melindungi Tuan Putri dari sergapan rajawali itu.”

Sambil menuggu rajawali itu, tiba-tiba pemuda itu mengantuk sekali dan akhirnya tertidur di atas baruga itu. Sang Putri pun memerhatikan pemuda itu.

“Baik sekali pemuda ini. Semoga dia mampu mengalahkan rajawali itu, sehingga dialah yang akan menikah denganku,” kata sang Putri dalam hati dengan penuh harap.

Ketika hari beranjak siang, tiba-tiba terdengar suara gemuruh laksana angin topan datang menerjang. Dari kejauhan tampak seekor burung raksasa sedang terbang sambil mengepak- ngepakkan sayapnya menuju ke arah baruga. Mengetahui bahwa yang datang adalah burung rajawali raksasa itu, maka sang Putri segera membangunkan pemuda itu.

“Ayo, Bangun! Rajawali raksasa itu sudah datang!” seru sang Putri.

Pemuda itu pun segera bangun sambil mengusap-usap matanya. Rajawali itu semakin mendekat. Sang Putri yang ketakutan segera bersembunyi di belakang pemuda itu sambil menutup matanya. Sementara sang Pemuda segera mengeluarkan senjata pusakanya berupa sebilah badik yang dapat menikam sendiri dan seutas tali yang dapat mengikat sendiri. Begitu hinggap di baruga, rajawali itu langsung menyantap kue-kue, sokko, dan minuman yang tersedia. Setelah menghabiskan makanan dan minuman sesaji tersebut, rajawali itu bersiap untuk menyantap sang Putri.

Melihat keadaan itu, sang Pemuda segera bertindak. Ia memerintahkan talinya untuk mengikat rajawali itu. Secepat kilat, tali ajaib itu meluncur dan melilit seluruh tubuh rajawali itu. Sang rajawali berusaha melepaskan lilitan tali itu dengan mengepak-ngepakkan sayapnya. Beberapa saat kemudian, tali itu mengendor karena tidak kuat menahan kepakan sayap rajawaliitu.

“Tuan, tolong aku! Aku tidak sanggup menahan kepakan sayap rajawali ini,” seru tali itu meminta tolong kepada tuannya.

Tanpa berpikir panjang, pemuda itu pun segera memerintahkan badiknya. “Hai badikku, tikam rajawali itu!” seru sang Pemuda.

Secepat kilat, badik sakti itu langsung menikam dan terus menikam hingga rajawali itu mati. Sang putri masih menutup matanya, karena ketakutan. Ia hanya mendengar suara pemuda itu sedang berbicara dengan seseorang. Namun, setelah membuka matanya, sang Putri merasa heran, karena tidak ada orang lain kecuali dia dan pemuda itu.

Para warga yang bersembunyi di sekitar tempat itu baru muncul setelah tahu rajawali itu mati. Senjata yang ada di tangan mereka tidak sempat mereka gunakan, karena pemuda itu dengan cepat sekali melumpuhkan rajawali itu. Akhirnya, para peserta sayembara yang merasa dirinya sakti segera mencincang dan memotong-motong tubuh rajawali itu.

Sementara pemuda yang telah mengalahkan rajawali itu berpamitan kepada sang Putri ingin melanjutkan perjalanannya. Sebagai ucapan terima kasih, sang Putri memberikan selandangnya kepada pemuda itu.

“Terima kasih! Anda telah menyelamatkan nyawaku. Bawalah selendang ini sebagai cenderamata dariku,” ucap sang Putri.

Setelah pemuda itu pergi, sang Putri diusung oleh warga kembali ke istana. Sebagian warga yang merasa dirinya sakti saling berebut ingin membawa tubuh rajawali itu ke hadapan sang Raja. Namun, karena tubuh rajawali itu besar, maka para warga membagi-baginya. Ada yang membawa kepala, ada yang memikul paha, dan ada yang mengambil kaki rajawali itu.

Mereka berebut tubuh rajawali, karena ingin dikatakan sebagai pahlawan yang berhasil mengalahkan rajawaliitu.

Sesampainya di istana, sang Putri disambut gembira oleh sang Raja dan seluruh keluarga istana. Sang raja kemudian bertanya kepada putrinya tentang siapa orang yang berhasil mengalahkan rajawaliitu.

“Ampun, Ayahanda! Ananda tidak mengenalnya. Sepertinya pemuda gagah itu bukanlah warga negeri ini,” jawab sang Putri.

“Tapi, apakah Nanda tahu bagaimana dan dengan apa pemuda itu mengalahkan rajawali itu?” tanya sang Raja.

“Ananda juga tidak tahu, Ayah! Waktu itu Nanda sedang menutup mata karena ketakutan. Nanda hanya mendengar pemuda itu berseru: `Ikat rajawali itu…! Tikam raja wali itu…! Saat Nanda membuka mata, ternyata rajawali itu sudah mati,” cerita sang Putri.

“Tapi, jika bertemu lagi dengan pemuda itu, apakah Nanda dapat mengenalnya?” sang Raja kembali bertanya.

“Iya, Ayah! Saya dapat mengenal pemuda itu, karena sebelum ia pergi, Nanda memberikan selendang Nanda kepadanya,” jawab sang Putri.

Setelah mendengar cerita putrinya itu, sang Raja pun mengerti bahwa orang yang berhasil melumpuhkan rajawali itu bukanlah rakyat negeri itu. Kemudian ia segera menemui para peserta sayembara yang sudah berkumpul di halaman istana.

“Wahai, seluruh rakyatku! Berdasarkan cerita dari putriku bahwa orang yang telah mengalahkan rajawali itu adalah seorang pemuda yang tidak dikenal. Ia bukan warga negeri ini. Oleh karena itu, walaupun rajawali itu telah mati, tidak seorang pun di antara kalian yang kunikahkan dengan putriku. Akan tetapi, aku akan mengadakan pesta besar-besaran atas

matinya rajawali itu,” kata sang Raja.

Keesokan harinya, pesta besar-besaran pun berlangsung ramai. Berbagai jenis makanan dan minuman disuguhkan. Tidak ketinggalan pula berbagai seni pertunjukan dipertontonkan.

Bahkan dalam pesta itu, raja juga mengadakan lomba sepak raga (bola kaki). Para warga berbondong-bondong ke pesta tersebut, baik sebagai peserta lomba maupun sebagai penonton ataupun undangan. Di serambi istana, sang Raja bersama permaisuri dan ketujuh putrinya sedang duduk menyaksikan lomba sepak raga. Peserta lomba silih berganti masuk arena lomba memainkan bola. Di tengah keramaian penonton, tiba-tiba seorang pemuda gagah memasuki arena lomba. Pemuda itu mempermainkan bola di kaki, di paha, dan di kepalanya dengan tangkas, gesit dan lincah. Lengan pemuda itu dibalut dengan selendang wanita yang berkibar-kibar seakan-akan menari.

“Ayah! Itulah pemuda yang telah mengalahkan rajawali raksasa! seru sang Putri sambil menunjuk ke arah pemuda yang berada di tengah arena lomba.”

Sang Raja pun tersentak kaget, seakan-akan tidak percaya apa yang sedang disaksikannya. Ternyata, selain sakti, pemuda itu juga sangat mahir bermain sepak raga. Sang Raja sangat kagum kepada pemuda itu. Setelah pemuda itu keluar dari arena lomba, sang Raja pun memanggil pemuda itu.

“Hei, anak muda! Kemarilah sebentar!” seru sang Raja.

“Ampun, Baginda! Ada apa Baginda memanggil Hamba?” tanya pemuda itu penasaran. “Benarkah Engkau yang telah mengalahkan rajawali itu?” sang Raja balik bertanya.

The Story Of The Conqueror Of The Eagle From South Sulawesi

It is said that once upon a time there was a country in South Sulawesi which was ruled by a king. The king had seven daughters. According to the custom in the kingdom, if the king has up to seven daughters, one of them must be offered to a giant eagle so that the royal family avoids disaster. This made the King sad and anxious, because he did not want to lose one of his daughters. He also thought hard to find a way out how to make all his seven daughters alive. The King had not eaten well for days and had not slept well thinking about it. Until one day, something suddenly crossed his mind.

"How about I hold a contest to subdue the eagle. Perhaps among my people there are those who have high supernatural powers and are able to paralyze the eagle," thought the King.

The next day, the King immediately gathered all his people in front of the palace.

"O my people! I will hold a contest to subdue the giant eagle. Whoever conquers him, if he is a man then I will marry him to my daughter, and if he is a woman, then I will raise him into

the royal family!” cried the King to all his people.

“My goodness, Your Majesty! When will the contest be held?” asked a resident excitedly.

“According to the palace advisor, the giant eagle will come to this country in a week. So, from now on, train and deepen your knowledge and magic!” cried the King.

Hearing the call, the residents returned to their respective homes. A week before the eagle's arrival, the residents seemed busy practicing and deepening their magical knowledge with enthusiasm. The men hoped to be the son-in-law of the king, while the women hoped to become the royal family.

Meanwhile, the palace guards were making a baruga (pendapa) in a place some distance from the palace. Baruga is where the princess lived before being eaten by the eagle. The Princess was deliberately made a baruga to provoke the arrival of the eagle. In addition to serving girls, all kinds of cakes, sokko (Bugis: glutinous rice), and drinks in the jar for the eagle are also prepared.

It doesn't feel like a week has passed. The day of the eagle's arrival arrived. Early in the morning, one of the king's daughters who was offered as an offering was brought to the baruga. The princess was escorted by her family and palace guards. In fact, many residents who accompanied him. They were very worried about the fate of the princess who would become the eagle's meal if no citizens were able to defeat her.

“Forgive Father, My Daughter! My father did all this because of the custom in this country. But, Nanda don't worry, Dad is trying to save Nanda by holding this contest. Hopefully some of the residents will be able to defeat the eagle," said the King, calming his daughter's heart.

Approaching the arrival of the eagle, the King with his family and palace guards rushed back to the palace feeling anxious. Leaving the Princess alone on the baruga. Meanwhile, around the place where the baruga was standing, the contestants were already getting ready to welcome the eagle with various weapons in their hands. Some carried spears that had been spiked with poison, some carried ropes to tie the eagle's neck, and some carried sharp bamboo.

Not long after, a wandering youth passed by the place. He saw a beautiful girl sitting pensively on the baruga. He immediately went up to the top of the baruga and approached the girl.

“Hey, pretty girl! Why are you sad and sitting here alone?” asked the young man with pity. "I'm waiting to die," replied the Princess in a low voice.

"What do you mean?" asked the young wanderer curiously.

“I am a princess and have six sisters. According to the custom in this country, if there are seven daughters of the king, then one of them must be offered to a giant eagle to eat, "explained the princess.

"But, if there is someone who is able to subdue the eagle, then the king will marry him to me," added the Princess.

“Sorry, Princess! If allowed, I will accompany the Princess here, "said the young man. "Do not! Then you will be eaten by the eagle."

"Don't worry, Princess! I will protect the princess from the eagle's attack."

While waiting for the eagle, suddenly the young man was very sleepy and finally fell asleep on the baruga. The princess also looked at the young man.

"This young man is very kind. Hopefully he will be able to defeat the eagle, so that he will marry me," said the princess in her heart full of hope.

When it was noon, suddenly there was a roar like a hurricane coming crashing down. From a distance, a giant bird was flying, flapping its wings towards the baruga. Knowing that it was the giant eagle, the princess immediately woke the young man.

"Wake up! The giant eagle has arrived!” cried the Princess.

The young man immediately got up while rubbing his eyes. The eagle drew closer. The frightened Princess immediately hid behind the youth while closing her eyes. Meanwhile, the youth immediately took out his heirloom weapon in the form of a badik that could stab itself and a rope that could tie itself. As soon as it landed on the baruga, the eagle immediately ate the cakes, sokko, and drinks that were available. After finishing the food and drink offerings, the eagle prepared to eat the Princess.

Seeing the situation, the youth immediately took action. He ordered the rope to tie the eagle. As fast as lightning, the magic rope slid and wrapped around the eagle's entire body. The eagle tried to untie the rope by flapping its wings. Moments later, the rope loosened because it was not strong enough to withstand the flapping of the eagle's wings.

“Master, help me! I can't stand the flapping of this eagle's wings," cried the rope asking its master for help.

Without thinking, the young man immediately ordered his badik. "O my badik, stab the eagle!" exclaimed the youth.

As fast as lightning, the magic badik immediately stabbed and continued to stab until the eagle died. The princess still closed her eyes, out of fear. He only heard the young man's voice talking to someone. However, upon opening her eyes, the Princess was astonished, because there was no one else except her and the young man.

The residents who were hiding around the place only appeared after knowing the eagle was dead. They didn't have time to use the weapons in their hands, because the young man quickly paralyzed the eagle. Finally, the contestants who felt they were powerful immediately chopped and dismembered the eagle'sbody.

While the young man who had defeated the eagle said goodbye to the Princess, he wanted to continue his journey. As a thank you, the princess gave her shawl to the young man.

"Thank You! You have saved my life. Bring this shawl as a souvenir from me," said the Princess.

After the young man left, the Princess was carried by the residents back to the palace. Some residents who feel they are powerful are fighting over each other to bring the eagle's body before the King. However, because the eagle's body is large, the residents divide it. Some carried the head, some carried the thigh, and some took the eagle's feet. They fight over the body of the eagle, because they want to be said to be a hero who managed to defeat the eagle.

Arriving at the palace, the Princess was greeted with joy by the King and the entire palace family. The king then asked his daughter about who was the one who managed to defeat the eagle.

“My goodness, Father! Ananda did not know him. It seems that the dashing young man is not a citizen of this country," replied the Princess.

"But, does Nanda know how and with what the young man defeated the eagle?" asked the King.

"Ananda doesn't know either, Father! At that time Nanda was closing her eyes because of fear. Nanda only heard the young man exclaim: `Tie the eagle…! Stab the guardian king…! When Nanda opened his eyes, it turned out that the eagle was dead," said the Princess.

"But, if you meet the young man again, will Nanda be able to recognize him?" the king asked again.

"Yes, Father! I can recognize the young man, because before he left, Nanda gave Nanda's shawl to him," replied the Princess.

After hearing his daughter's story, the King understood that the people who succeeded in crippling the eagle were not the people of that country. Then he immediately met the contestants who had gathered in the palace courtyard.

“O all my people! Based on the story from my daughter that the person who had defeated the eagle was an unknown young man. He is not a citizen of this country. Therefore, even though the eagle died, I did not marry any of you to my daughter. However, I will throw a big party for the eagle's death," said the King.


The next day, a large party was held. Various types of food and drinks are served. There are also various performing arts on display. Even at the party, the king also held a soccer competition (football). Residents flocked to the party, both as contestants and as spectators or invitees. On the porch of the palace, the King with the empress and their seven daughters were sitting watching a soccer competition. Competitors take turns entering the competition arena to play the ball. In the crowd of spectators, suddenly a dashing young man entered the arena. The young man played with the ball in his feet, thighs and head with agility, agility and agility. The young man's arms were wrapped in a woman's shawl which was fluttering as ifdancing.

"Father! It was the young man who had defeated the giant eagle! cried the Princess, pointing at the young man in the middle of the arena."

The King gasped in surprise, as if he couldn't believe what he was witnessing. It turned out that, apart from being powerful, the young man was also very adept at playing soccer. The King was very impressed with the young man. After the young man came out of the competition arena, the King called the young man.

“Hey, young man! Come here for a second!” cried the King.

“My goodness, Your Majesty! What's the matter, Your Majesty calling Servant?" asked the young man curiously.

"Is it true that you have defeated the eagle?" the king asked again. "That's right, sire!" replied the young man.

"What did you beat him with?" asked the King.

My goodness, Sire! I use a rope and a badik that can move on its own when ordered to," replied the young man.

Hearing the answer from the young man, all the residents who were present and had once claimed to be the conqueror of the eagle became embarrassed. Finally, the King married the young man to his daughter who survived the eagle's meal. The young man who conquered the eagle lived happily with the princess in the palace.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SIMPLE PRESENT TENSE

TUGAS KAPITA SELEKTA

FUTURE TENSE